SHARE

Ilustrasi - Pekerja Migran Indonesia (istimewa)

Abetnego menjelaskan, selama ini Terdapat beberapa kendala yang dialami oleh CPMI ketika ingin berangkat ke negara penempatan. Mulai dari tidak terbacanya QR Code pada aplikasi PeduliLindungi, hingga jenis vaksin CPMI tidak sesuai atau tidak diakui oleh pemerintah negara tujuan penempatan.

Perwakilan Kemenaker Yusuf Setiawan memaparkan, negara penempatan yang masih terkendala adalah Kuwait, lantaran negara tersebut tidak menerima CPMI yang mendapat jenis vaksin Sinovac. Hingga akhirnya keberangkatan dan penempatan 176 CPMI/PMI ke Kuwait tertunda.

Sementara itu, beberapa negara memberikan syarat kepada para CPMI/PMI agar memperoleh booster dengan vaksin Sinovac lebih dulu.

Korea Selatan, Kuwait, Arab Saudi, Yordania, Uni Emirat Arab menyarankan CPMI untuk melakukan vaksin ulang, sedangkan untuk Qatar belum ada informasi resmi dari Pemerintah Qatar terkait booster.

“Di Indonesia sendiri, keinginan untuk booster baru direncanakan pada tahun 2022, dengan skema berbayar terkecuali untuk PBI (Penerima Bantuan Iuran) tidak perlu membayar apabila memerlukan booster,” ungkap Yusuf.

Adapun Dit. Binapenta Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Kemenaker Edo menyampaikan, aplikasi PeduliLindungi saat ini hanya mencantumkan NIK dan belum mencantumkan nomor paspor pada sertifikat vaksin.

Kemudian pengembangan QR Code selanjutnya akan dilakukan pembahasan terkait pengembangan teknis, agar nantinya dapat terbaca oleh negara penempatan CPMI/PMI.

Sementara itu, Kepala Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan Anas Ma’ruf mengatakan, nomor paspor belum dapat "digenerate" ke dalam sertifikat vaksin pada aplikasi PeduliLindungi, sehingga membutuhkan waktu untuk dapat memasukkan nomor paspor tersebut.

Anas pun memaparkan beberapa opsi untuk 'interoperabilitas' dan 'rekognisi' vaksin Indonesia di negara lain. Pertama, verifikasi manual di setiap negara melalui masing-masing kedutaan seperti melalui vaksin.dto.kemkes.go.id.

Kedua, verifikasi antar sistem dengan interoperabilitas yang aman.

Selain itu ada juga opsi verifikasi melalui contoh standar DIVOC (WHO), EU Standard.

“Sehingga sertifikat vaksin Indonesia dapat dihubungkan dengan standar DIVOC. Opsi ini masih dalam proses dan diupayakan akan selesai pada bulan depan,” ungkap Anas.

Halaman :