SHARE

Istimewa

Konfirmasi pengamatan terbaru menunjukkan hujan meteor tersebut muncul dari konstelasi Ara, konstelasi di langit selatan yang terletak di antara konstelasi Centaurus, si manusia kuda dan Lupus, si serigala. Konstelasi tersebut dinamakan Ara yang dalam bahasa Latin berarti altar atau pedupaan dikarenakan figur bintang yang menyerupai altar.

Oleh karenanya, hujan meteor itu dinamakan Arid, sesuai lokasi kemunculan hujan meteor tersebut. Nama itu sudah ditambahkan ke dalam Daftar Kerja Hujan Meteor IAU (Uni Astronomi Internasional) berdasarkan laporan pengamatan tertanggal 1 Oktober 2021 oleh Biro Pusat untuk Telegram Astronomi di Universitas Harvard, AS.

Hujan meteor Arid mula-mula terdeteksi melalui kamera pemantau meteor CAMS (Camera for Allsky Meteor Surveillance) di Selandia Baru berturut-turut pada 28 dan 29 September 2021. Radar meteor SAAMERS-OS (Southern Argetina Agile Meteor Radar Orbital System) di Pulau Tanah Api (Tierra del Fuego), Argentina Selatan mendeteksi hujan meteor itu setidaknya selama tiga jam pada 29 September.

Jauh sebelumnya, pada 1995, debu komet 15P/Finlay pertama kali menyembur selama perihelion 1995. Semburan kedua terjadi pada 2008 dan menyusul enam tahun setelahnya pada 2014 menyembur untuk ketiga kalinya. Puncak hujan meteor Arid diprediksi pada 7 Oktober 2021 pukul 10.55 WIB/11.55 WITA/12.55 WIT berdasarkan tiga pengamatan semburan debu komet sebelumnya.

Ia mengatakan meskipun ukuran inti komet 15P/Finlay sebesar 1,8 kilometer, namun debu komet itu hanya berukuran seperti butiran pasir, sehingga hujan meteor tersebut bergerak cukup lambat di kelajuan 38.880 km/jam dibandingkan dengan hujan meteor Draconid yang kelajuannya 72.000 km/jam, sehingga cukup sulit diamati.

Walaupun lambat, tidak tertutup kemungkinan data pengamatan hujan meteor itu dapat terkumpul dengan cukup dari berbagai belahan bumi, demikian Andi Pangerang.
 

Halaman :
Tags
SHARE