SHARE

ilustrasi (istimewa)

Menurut dia, multiusaha kehutanan harus diarahkan pada upaya riil untuk menurunkan emisi GRK, misalnya melalui silvikultur intensif, pengayaan hutan, restorasi gambut, dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Dalam webinar bertajuk "Pengelolaan Lanskap Ekosistem Hutan untuk Mendukung Target Net Sink FOLU 2030", Indroyono berharap pengembangan nilai ekonomi karbon (NEK) bisa dilakukan secara efektif.

"NEK menjadi insentif untuk mendorong aksi mitigasi melalui implementasi multiusaha di tingkat tapak ," katanya.

Sementara itu, Guru Besar IPB University Profesor Dodik R Nurrochmat mengingatkan multiusaha kehutanan harus diarahkan pada pengembangan ekonomi noneksploitatif, termasuk salah satunya adalah usaha pemanfaatan jasa lingkungan karbon.

Namun, dia mengingatkan usaha jasa lingkungan karbon harus didasarkan pada aksi yang riil.

"Kontribusi kehutanan bisa dicapai dengan aksi riil, bukan di atas kertas," katanya.

Dodik menjelaskan pemanfaatan jasa lingkungan karbon harus didasarkan prinsip imbal jasa lingkungan yang diberikan sebagai penghargaan atas aksi mitigasi yang dilakukan para pihak.

Menurut dia, dengan pemanfaatan jasa lingkungan karbon melalui multiusaha kehutanan, maka nilai ekonomi hutan diharapkan bisa meningkat. Dengan demikian, tendensi untuk melakukan perubahan status kawasan hutan bisa mereda.

Indonesia Country Director ICRAF Sonya Dewi menambahkan untuk mendukung tercapainya net sink FOLU bisa dilakukan dengan menerapkan kemitraan agroforestry, dengan pola budidaya nonmonokultur.

Dikatakannya, model bisnis ini bisa menghasilkan komoditas bernilai tinggi dengan sekaligus memberi jasa lingkungan termasuk karbon dengan melibatkan masyarakat.

Halaman :