SHARE

Pelantikan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa

CARAPANDANG.COM -  Panglima TNI, Jenderal Andika perlu mewaspadai meningkatnya intensitas ketegangan di Laut China Selatan (LCS), sebab ini juga akan mempengaruhi dinamika pertahanan di dalam negeri.

Demikian disampaikan pengamat Intelijen, Pertahanan, dan Keamanan Ngasiman Djoyonegoro dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (18/11).

"China dan Amerika Serikat tidak henti-hentinya saling unjuk kekuatan dan kecanggihan senjata, serta adu diplomasi militer satu sama lain,”  katanya. 

Dia memprediksi ketegangan di Laut China Selatan akan terus terjadi, utamanya setelah Amerika Serikat bersama Inggris dan Australia membangun pakta aliansi AUKUS (Australia, United Kingdom, dan United States).

Menurutnya situasi tersebut perlu diwaspadai oleh TNI dengan cara yang sama pula, yaitu meningkatkan diplomasi militer dengan mempersiapkan senjata, personel, dan meningkatkan intensitas operasi patroli di kawasan LCS.

“Tidak hanya domain laut, tetapi juga udara dan darat harus diperkuat intensitas operasinya. Ini tantangan bagi Panglima TNI terpilih,” ujar dia pula.

Di samping peralatan, personel, dan intensitas operasi, TNI perlu mempersiapkan strategi diplomasi militer dengan cara bersinergi dan kolaborasi dengan semua komponen bangsa, baik lembaga negara maupun masyarakat. Secara otomatis, karena pengaruh LCS, negara ini menjadi wilayah proxy antara China dan AUKUS. Dampak dari konflik tersebut dapat melebar pada intervensi politik, ekonomi, dan sosial.

“Aspek-aspek di luar medan pertempuran ini harus lebih diwaspadai,” kata Simon.

Ia meyakini bahwa China dan AUKUS akan semakin gencar dalam melakukan serangkaian lobi kepada Indonesia untuk memperkuat pengaruhnya. Pemerintah Indonesia harus bisa memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan nasional, yakni memperkuat ekonomi, menegaskan posisi politik di kawasan, dan memperluas dampak positif bagi masyarakat.

“Tapi, di sisi lain, adalah tugas TNI untuk mewaspadai potensi gangguan dan ancaman yang ditimbulkan dari kerja sama dengan kedua belah pihak,” kata Simon lagi.

Layaknya sebuah wilayah proxy, berbagai kepentingan akan bersinggungan melalui kerja-kerja intelijen oleh kedua belah pihak, kata dia. Tidak menutup kemungkinan, skenario operasi seperti pelemahan negara, disintegrasi wilayah, dan disintegrasi sosial dilakukan terhadap Indonesia, ujarnya pula.

Selain tantangan dari luar negeri, kata dia, dari dalam negeri tantangan yang dihadapi TNI juga tidak kalah besar. Status pandemi COVID-19 diyakini akan berakhir paling lambat pada 2023. Berbagai persoalan yang ditinggalkan juga tidak kalah besar. Ketimpangan ekonomi dan transformasi digital yang lebih cepat berpotensi menimbulkan gejolak sosial di masyarakat.

“TNI perlu mengantisipasi dan mewaspadai potensi gejolak itu supaya tidak bereskalasi,” kata Simon lagi.

Tags
SHARE