SHARE

Ilustrasi

CARAPANDANG.COM - Sejak menjadi mahasiswa baru hingga hari ini penulis belum pernah merasakan fasilitas kampus. Tak hanya itu, memandang laptop atau gadget seharian juga merupakan kejenuhan yang cukup mengganggu fokus belajar selama pandemi Covid-19. Begitupun ketika berada di kelas 12 belajar di pesantren, tak lagi merasakan belajar di sekolah. Karena dilaksanakan secara online, termasuk saat ujian dan juga wisuda.

Kemudahan dan kekondusifan dalam memahami materi yang disampaikan oleh para guru dan dosen juga sangat sulit untuk dipahami selama pembelajaran secara daring berlangsung. Terlebih saat praktikum, mahasiswa tidak bisa merasakan dan memahami secara utuh bagaimana praktikum tersebut apabila dilakukan secara luring atau tatap muka.

Tak hanya itu, pembelajaran jarak jauh (PJJ)  atau daring berpotensi besar terhadap jumlah siswa yang mengalami putus sekolah dan kekerasan rumah tangga yang tidak dapat terdeteksi oleh guru. PPJ juga dikhawatirkan sebagai tempat ketimpangan digital antara siswa mampu dan tidak mampu. Ditambah, keterbatasan orang tua dalam mendidik, kejenuhan para siswa, dan guru yang tidak bisa optimal dalam melakukan pelayanan terhadap siswa.

Diantara beberapa solusi yang dilakukan, Pemerintah telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19.

Dalam SKB tersebut, Pemerintah membolehkan pembelajaran tatap muka berdasarkan wewenang dan kehendak Pemerintah Daerah setempat untuk memutuskan apakah pembelajaran tatap muka tersebut dapat terlaksana atau tidak.

“Kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah untuk mengizinkan pembelajaran tatap muka merupakan permintaan daerah. Kendati kewenangan ini diberikan, perlu saya tegaskan bahwa pandemi belum usai. Pemerintah daerah tetap harus menekan laju penyebaran virus korona dan memperhatikan protokol kesehatan,” jelas Mendikbud, Nadiem Makarim (20/11).

Kebijakan para Gubernur, Bupati dan Wali kota sangat berperan penting dalam terealisasinya pembelajaran tatap muka. Tak hanya itu, kepala daerah juga dapat berkoordinasi dengan pihak lain yakni sekolah dan perwakilan orang tua melalui komite sekolah. Tiga pihak inilah yang sangat menentukan terlaksana atau tidaknya pembelajaran tatap muka.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk menunjang terlaksananya pembelajaran tatap muka di tengah pandemi, yaitu: 1). Ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan, seperti toilet bersih dan nyaman, sarana cuci tangan pakai sabun atau hand sanitizer, dan disinfektan. 2) Mampu dan memudahkan untuk mengakses layanan Kesehatan. 3) Memiliki thermogun. 4) Siap untuk menerapkan wajib masker dilingkungan sekolah. 5) Memiliki pemetaan siswa sekolah yang memiliki komorbid tidak terkontrol, tidak memiliki akses transportasi yang aman, dan memiliki Riwayat perjalan dari daerah dengan tingkat resiko Covid-19 atau Riwayat kontak dengan orang yang terpapar Covid-19 dan belum mengisolasi diri. 6) Memiliki izin dari orang tua dan komite sekolah. (kompas.com)

Di samping itu, untuk menunjang terlaksananya pembelajaran tatap muka di tengah pandemi Kemendikbud menghibau agar pembelajaran tatap muka tetap dilakukan dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat terdiri dari kondisi kelas pada jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar dan pendidikan menengah menerapkan jaga jarak minimal 1,5 meter.

Sementara itu, jumlah siswa dalam kelas pada jenjang Sekolah Luar Biasa (SLB) maksimal 5 peserta didik per kelas dari standar awal 5-8 peserta didik per kelas. Pendidikan dasar dan pendidikan menengah Siaran maksimal 18 peserta didik dari standar awal 28-36 peserta didik/kelas. Pada jenjang PAUD maksimal 5 peserta didik dari standar awal 15 peserta didik/kelas.

Penerapan jadwal pembelajaran, jumlah hari dan jam belajar dengan sistem pergiliran rombongan belajar ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan situasi dan kebutuhan. Perilaku wajib yang harus diterapkan di satuan pendidikan harus menjadi perhatian, seperti menggunakan masker kain tiga lapis atau masker sekali pakai/masker bedah, cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau cairan pembersih tangan, menjaga jarak dan tidak melakukan kontak fisik, dan menerapkan etika batuk/bersin.

Selanjutnya, kondisi medis warga sekolah sehat dan jika mengidap komorbid harus dalam kondisi terkontrol, tidak memiliki gejala Covid-19 termasuk pada orang yang serumah dengan peserta didik dan pendidik. Kantin di satuan pendidikan pada masa transisi dua bulan pertama tidak diperbolehkan buka. Setelah masa transisi selesai, kantin diperbolehkan beroperasi dengan tetap menjaga protokol kesehatan.

Kegiatan olah raga dan ekstrakurikuler pada masa transisi dua bulan pertama tidak boleh dilakukan. Setelah masa transisi selesai, kegiatan boleh dilakukan, kecuali kegiatan yang menggunakan peralatan bersama dan tidak memungkinkan penerapan jarak minimal 1,5 meter seperti basket, voli, dan sebagainya. Kegiatan selain pembelajaran tidak boleh dilakukan pada masa transisi dua bulan pertama, setelah itu diperbolehkan dengan tetap menjaga protokol Kesehatan.

Dengan demikian, pembelajaran tatap muka ditengah pandemi akan terlaksana dengan aman, nyaman dan tentram dengan landasan pada SKB 4 Menteri serta tidak melanggar protokol Kesehatan yang berlaku. Wallahua’lam [**]

**Oleh: Nabil Syuja Faozan
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Unversitas Muhammadiyah Jakarta


Tags
SHARE