SHARE

Ilustrasi

CARAPANDANG.COM - Banyak manusia sekarang yang cenderung secara total kepada ilmu pengetahuan mengkesampingkan beban rohani yang khususnya orang-orang barat dikatakan menguasai dunia, bahkan dikatakan sebagai penguasa tunggal dalam kehidupan manusia. “ Barang siapa yang buta ilmu pengetahuan, maka butalah kehidupannya,” demikian yang sering mereka  katakan.

Dunia dan manusianya semakin meningkat demikian pesatnya. Penguasaan terhadap teknologi demikian pesat pula, makin hari makin bertambah kemajuannya. Pertambahan semakin cepat dan semakin meledak, sehingga patutlah kita di sebut  sebagai “Abad ledakan teknologi dan ilmu pengetahuan”.

Tanggapan terhadap kemajuan begitu pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi begitu besarnya. Berapapun besarnya biaya yang harus dikeluarkan, bagaimanapun susahnya jalan yang harus ditempuh, akan selalu diperjuangkan demi menggait ilmu pengetahuan. Bagai cagak kehidupan tanpa ilmu pengetahuan hidup akan roboh, jatuh miskin, hidup terlantar dan segalanya serba hina,  inilah yang membuat manusia lupa dan kehilangan kesadarannya. Dikira hidup itu hanya di dunia  saja. Habis usai, sudah bebas tak menanggung apa akibat perbuatannya.

Kalau kita sebagai manusia yang beragama maka akan sangat tahu tentang kedudukan ilmu pengetahuan, tidak lebih sebagai pengantar belaka demi kehidupan selanjutnya. Hal ini diisyaratkan oleh Allah SWT dalam Alquran surat Al-Qashash ayat 77 yang mana menegaskan bahwa kita diperintahkan untuk penuh perhatian dan penuh perjuangan demi mencapai tujuan hidup di akhirat nanti, karena hal itu (kehidupan akhirat) disebutkan sebelum disebutkannya bagian yang berhubungan dengan kehidupan dunia.

Oleh karena itu betapa pentingnya mengetahui peraturan-peraturan atau norma-norma agama sepenuhnya, yang merupakan pegangan satu-satunya yang harus ditanamkan kedalam diri kita sekuat-kuatnya. Tanpa berpegang kepadanya, tidak menjadikan sebagai dasar hidupnya dan segala gerak langkah bila sudah lepas dari kontrolnya, maka akan mudah sekali terombang-ambing oleh badai kehidupan yang siap menerkam mangsanya.

Mudah terpengaruh oleh duniawinya yang membuat manusia juga lupa daratan seperti korupsi, manipulasi dan kejahatan-kejahatan yang lainnya. Yang semua itu timbul dari tuntutan nafsu. Kejahatan-kejahatan yang mereka lakukan itu sebagai akibat dari kurangnya jiwa dari akidah agama, bahwa Allah senantiasa melihat setiap perbuatan manusia baik yang bersifat lahiriyah dan batiniyah. Dan seluruh perbuatan manusia pasti membawa akibat yang harus dipertanggungjawabkan.

Karena itulah manusia yang selalu sadar, manusia yang mempunyai keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan agama, berbahagialah hidupnya karena mereka tidak merasa sulit menghadapi kenyataan hidup. Tetapi kalau manusia sudah kehilangan atau tidak mempunyai  keseimbangan antara kedua-duanya tersebut, dengan kata lain manusia yang hanya beribadah melulu tanpa mengindahkan dorongan nafsu yang bersifat materi, maka sifat (untuk memenuhi janji yang telah di ikrarkan ketika ia masih di dalam perut sang ibu) baik diakui atau tidak, ia merasa tertekan oleh dorongan suara hati yang menuntut pula harus dilayani dan di penuhi segala hal yang menjadi kebutuhan dan tanggung jawabnya.

Jika hanya fokus ke agama dan hanya melakukan ibadah saja tidak mengindahkan ilmu pengetahuan misalnya : ia hanya beribadah dan bersujud melulu di hadapan tuhannya, berdoa sambal menangis di malam hari agar diberi rezki yang banyak, enggan berkerja dan ogah-ogahan mencari fasilitas hidup mungkin harta benda dipandanganya hanya sebagai perangkap setan yang menyesatkan. Atau memang malas karena menghadapi dunia tentu akan tidak seimbanglah hidupnya dan hidup akan miskin dan serba sulit.

Satu-satunya jalan yang tepat ialah memberi porsi atau pelayanan kepada kedua-duanya secara seimbang dan adil. Tentunya dalam hal ini seseorang harus mempunyai ilmu, khususnya ilmu mengenal agama sebagai pos setiap gerak dan langkah dalam kehidupan manusia. Dengan ilmu yang luas berarti akal pikiran dan hati Nurani dapat berperan dan mampu memimpin sebaik-baiknya di dalam suatu negara kekuasaannya. [**]

**Oleh: Devi Rahmawati
Penulis merupakan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang


Tags
SHARE