SHARE

Dr. Nurhidayat

Oleh: Nurhidayat *

CARAPANDANG.COM - Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, membagi tingkatkan orang berpuasa menjadi tiga tingkatan yakni shaumul aam (puasa orang awam), shaumul khaash (puasa orang khusus), dan shaumul khaash ala khaash (puasa orang sangat istimewa).

Shaumul aam adalah puasa orang awam yakni puasa yang dilakukan hanya mampu menahan lapar, haus dan menahan syahwat, yang membatalkan puasa. Siapapun puasa pada tingkatan ini bisa melalukan bahkan anak kecil sekalipun. 

Shaumul khaash, yaitu puasanya level kedua dan ini lebih berkualitas dari puasa tingkat pertama yang hanya menahan makan makan, minum dan syahwat.  Pada tingkatan ini mereka adalah yang mampu menahan lisan yang bisa merusak puasa.

Shaumul khaash ala khaash merupakan puasanya para nabi, rasul, shiddiqin, dan muqarrabin. Mereka selain mampu menahan haus,lapar dan syahwat serta anggota tubuh, puasa ini menahan hati dari keraguan mengenai hal-hal keakhiratan. Juga menahan pikiran untuk tidak memikirkan masalah dunia, serta menjaga diri dari berpikir selain Allah SWT.

Menurut Imam Ghazali, menyusun tingkatan orang berpuasa tersebut diharapkan menjadi motivasi diri untuk meningkatkan kualitas puasa.

Di tengah wabah covid-19 bayak orang menggunakan masker, ada hikmah dibalik itu antara lain hakikat orang memakai masker itu tidak hanya sekedar memproteksi mulut agar tidak terkena wabah covid-19 tetapi itu merupakan simbol bahwa mulut juga harus diproteksi dari ghibah yang bisa mengurangi kualitas puasa. 

Dalam sebuah hadis Rasulullah bersabda yang artinya "Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkatalah yang baik atau menjaga lisan untuk berdiam," (HR. Bukhari Muslim).

Bahaya ghibah ini di dalam al Quran  Allah SWT berfirman "Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, lagi Maha Penyayang"  (Al-Hujrat 12).

Dalam sebuah ceramah UAS menceritakan seorang tentara yang meninggal saat terjadi tsunami di Aceh, ketika jenazahnya diketemukan dari timbunan reruntuhan kayu jasadnya ditemukan masih utuh dan tidak mengeluarkan aroma bau yang menyengat layaknya jenazah yang lain. Allah memberikan keistemwaan padahal dia bukan Ustadz, bukan penghafal Quran. 

Apa yang membuat seperti itu, menurut teman-temannya ternyata dia pandai menjaga lisanya dengan tidak ghibah membicarakan aib orang lain.  Setiap ada orang-orang yang mengajak ghibah dia pergi untuk menghindari. Inilah sisi lain dari pentingnya menjauhi ghibah Allah jaga jasadnya. 

Ghibah dalam tinjauan fiqh di saat puasa memang tidak membatalkan puasa, tetapi dalam tinjauan tasawuf bisa merusak dan bisa menghilangkan pahala orang berpuasa, maka di dalam hadis Rasulullah bersabda: "Berapa banyak orang berpuasa akan tetapi dia tidak mendapat pahala puasanya kecuali dia mendapatkan lapar dan haus,". 

Karena itu di tengah wabah covid-19 saat banyak orang memakai masker untuk memproteksi dirinya dari bahaya covid-19, ini  menjadi pelajaran berharga akan pentingnya menjaga lisan dari bahaya penyakit ghibah yang berbahaya sama bahayanya dengan covid-19.

* Penulis merupakan Kaprodi MZW Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Jakarta  dan  Dai Ambasador Dompet Dhuafa

Tags
SHARE